I grew up in this town, my poetry was born between the hill and the river, it took its voice from the rain, and like the timber, it steeped itself in the forests. -Pablo Neruda

Kamis, 26 Mei 2011

Me And You Sonata


            Aku pernah mendengarkan lagu yang lebih menyayat dibandingkan Violin Sonata No. 6 milik Niccolo Paganini atau Nocturne No. 20 in C sharp minor Op. Posthumous karya Frederic Chopin.
Yaa…aku pernah mendengarkan lagu itu. Judulnya tidak ada. Pemainnya adalah aku dan kamu. Nada-nadanya sembarang, tak beraturan. Aku memainkan piano semu, kamu pengiringku dengan gesekan biola tak berdawai. Hahaha…kita bermain seolah profesor musik sekalipun terlihat bodoh melihat permainan kita.
Rasanya senang sekali bisa memainkan lagu ini. Judulnya tidak ada. Yang ada hanya aku dan kamu sebagai penciptanya. Menyenangkan sekali bisa bermain bersamamu. Aku manfaatkan kertas-kertas kosong untuk menuliskan dan menggambarkan dirimu. Kamu menjadi objek tulisanku. Kemudian, kamu buat segalanya terlihat mudah dan mengasyikan bagiku. Nocturne No. 2 in E-flat Op. 9 milik pianis klasik, Chopin, seolah lagu usang yang tidak akan kudengar lagi nada-nadanya. Kuno dan repertoirnya sudah kuhapus dari kepala.
            Mimpi pernah kujalani sekian malam. Iringannya Berceuse in D flat Op. 57 karya Frederic Chopin dilanjutkan Moonlight Sonata karya Ludwig van Beethoven. Setiap denting mulai tahap pertama sampai terakhir adalah kesenangan. Selalu ada wajah kamu disana. Manis, segar dan bercahaya. Anehnya, inspirasiku mengalir bak tsunami deras di Aceh. Aku tidak bisa menghentikannya. Huruf-huruf memenuhi layar tulisan dan semuanya bercerita tentang dirimu. Cerita itu dibentuk dalam delapan puluh delapan nada berbeda yang disajikan Petrof sebagai hidangan. Atau dikemas dalam empat dawai lurus yang ditonjolkan ZETA sebagai pembuka. Atau dibalut dalam enam senar nilon yang dipertunjukkan Gibson sebagai sang pencerah. Hasilnya memang karya intelektualku bertemakan kamu. Dan kamu selalu membuat segalanya terlihat mudah. Aku akan selalu mempercayainya.
            Masih berkutat antara Kawai atau Stradivari atau Manson, aku dan kamu memandang judul yang masih kosong. Sebenarnya aku gemetar mengetahui bahwa ini adalah lagu. Sebenarnya aku khawatir bahwa ini adalah musik. Dan aku takut di belakangnya berputar nama, ‘terakhir’. Jadi, lagu terakhir atau musik terakhir. Yang artinya, terakhir antara aku dan kamu. Tidak…ini bukan akhir, tapi selalu awal. Dari aku membuka mata sampai menutup kemudian membuka kembali dan menutup terus, begitu selanjutnya, sampai aku benar-benar menutup mata tak membuka kembali, akan selalu menjadi awal manis di tiap waktu.
Piano Sonata in C major karya Wolfgang Amadeus Mozart mengalun tertib dan beraturan. Irama sonata yang cukup mewujudkan cogito ergo sum milik Descrates. Alunan sonata yang juga membenarkan pernyataan Barbara de Angelis bahwa Love is a choice you make from moment to moment. Atau pula menginspirasikan bagaimana hidup seolah-olah terlihat menyenangkan bersamamu.
Tapi, judulnya bukanlah nocturne atau ballade atau waltz atau sonata atau etude atau apapun jenis musik itu. Judulnya masih berupa putih kosong tak bertuliskan apa-apa. Aku dan kamu belum menggoreskan tinta sedikit pun.

Just Sonata


            Deadline…aku diciptakan bukan untuk menemukan kata tersebut. Judul itu akan terus kosong sampai aku dan kamu menemukan kata yang tepat untuk mengisinya. Lagunya padahal sudah selesai. Tapi, aku dan kamu belum bisa menemukan judul untuknya. Jenisnya pasti sonata. Aku sepertinya terinspirasi dari manisnya sonata-sonata yang dimainkan dengan piawai oleh para mahir. Terlalu terinspirasi hingga bahkan terlena. Tidak ada judul untuk lagu yang aku dan kamu ciptakan. Ego masing-masing masih berdiri keras seperti tiang baja tidak tergeserkan. Aku ingin mengalah tapi kamu membuat seolah mengalah adalah pecundang. Aku bukanlah pecundang. Alangkah rumitnya membuat judul saja, padahal lagu yang aku dan kamu ciptakan lebih menyayat dibandingkan Violin Sonata No. 6 milik Niccolo Paganini atau Nocturne No. 20 in C sharp minor Op. Posthumous. Sudah cukup untuk lebih menghanyutkan kita ke arus yang positif.
Hahaha…rasa itu masih ada di otakmu. Gengsi dan merasa di atas angin. Situasi mendudukkanmu demikian istimewanya. Aku hanya bisa tersenyum menyaksikanmu sendirian disana. Memakan semua omong kosongmu. Aku rasa bukan aku yang membuat segalanya lebih terang, tetapi kamu yang membuat lainnya lebih gelap.
Entah sampai kapan judul itu akan tetap kosong tanpa setitik tinta pun menetes di atasnya. Yang pasti jenisnya sonata dan lagu itu adalah milikku dan milikmu…
-TAMAT-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar