I grew up in this town, my poetry was born between the hill and the river, it took its voice from the rain, and like the timber, it steeped itself in the forests. -Pablo Neruda

Jumat, 23 November 2012

03.00 A.M.

Berantakan tak karuan isi kepala ini, sungguh...analisa, teori, praktis, entah apa lagi yang aku pikirkan pada jam itu. Tapi, ini sudah jam tiga pagi...apa masih bisa terselip wajahmu di antara kekacauan ini? Yaa...ternyata masih bisa. Bercakap diantara sela-sela kegusaran akan batas...menenangkan meski tak menyembuhkan. Denting piano berulah bersama gesekan viola, aku jadi mengantuk di tengahnya. Haruskah aku tidur di jam ini?

Tidak, masih ada ribuan kata lagi yang harus kutuliskan di atas tinta putih dan kertas hitam. Aku tidak boleh tidur di jam tiga pagi; riskan dan sarat kealpaan. Kantuk pun jadi beradu campur...aku rasa, jantung makin berdebar-debar dan senyumku di cermin mengembang seram. Ini sudah jam tiga pagi, orang gila! Siapa pun tidak ada yang bercermin sambil senyum seorang diri dan...kembali pada pernyataan, bahwa ini sudah jam tiga pagi, orang gila! Aku pikir, sangat tidak tepat untuk melakukan senam wajah di pagi buta itu. Aku rasa juga, rasa kantukku dapat terlihat jelas dari sayup kedipan mataku. Senangnya...ini sudah jam tiga pagi dan masih ada lima sampai enam jam lagi untuk bertemu wajahmu...aku sebut kau dengan sebutan...."Yang-Dipikirkan" atau dalam bahasa inggris, sebutan untukmu adalah The Considered...dan itulah mengapa wajahmu masih bisa terselip diantara keringat peluh di dalam pori-pori isi kepala, karena hal itu menyenangkan di saat kau masih terbangun jam tiga pagi, suatu saat nanti.

-The End-