I grew up in this town, my poetry was born between the hill and the river, it took its voice from the rain, and like the timber, it steeped itself in the forests. -Pablo Neruda

Sabtu, 28 Mei 2011

Leuvatien Celeborn Story

            Dia adalah penyair dari Utara Pegunungan Celebrus. Wajahnya tampan seperti rupa orang pegunungan pada umumnya. Dia hidup sebatang kara di rumah besar tidak terawat di Puncak Probatus –ketinggian 6000 meter dari permukaan laut–. Sekelilingnya selalu diselimuti salju abadi, tidak akan pernah cair, karena musim panas pun tampaknya enggan berkunjung di wilayah tinggi tersebut. Dari dua belas bulan kalender matahari, musim panas hanya datang dua bulan saja. Bulan dimana venus bergerak elegan menuju selatan bumi dan bulan dimana mars menampakkan corong hidungnya di langit timur bumi. Pada dua bulan itulah, dia selalu muncul di Legis Markt dan memborong banyak sekali bahan makanan. Di hari pertama bulan pertama musim panas, dia memborong banyak gandum, susu dan pisang. Hari kedelapan bulan pertama musim panas, dia kembali lagi untuk memborong berkubik-kubik kayu bakar dan banyak sekali ubi talas. Hari kesembilanbelas bulan pertama musim panas, dia memborong kembali gandum, susu dan jeruk. Hari keduapuluhlima bulan pertama musim panas, dia memborong banyak sapi dan domba serta bibit-bibit bunga dan sayuran.  Hari ketigapuluh bulan pertama musim panas, dia datang kembali ke Legis Markt dengan membawa segerobak buah pome dan satu buah khuldik –buah berwarna emas yang disebut sebagai pembawa malapetaka Adam olehnya–. Dia menukarkan seluruh pomenya dengan satu lembar kertas, sehelai bulu angsa dan sebotol kecil tinta hitam di toko kelontong miskin milik Tuan Otto. Selalu di toko kelontong berdinding kayu jelek milik Tuan Otto. Buah pome di Legis Markt adalah buah paling mahal harganya. Satu buah pome bisa dihargai hingga mencapai delapan keping emas. Tidak ada harga buah yang bisa mencapai delapan keping emas, karena yang mahal pun buah apel dihargai hanya satu keping emas saja. Tentu saja, toko kelontong tidak menjual buah-buahan. Tuan Otto pun selalu membagikannya secara cuma-cuma pada warga miskin lainnya yang sedang menderita penyakit. Buah pome dipercaya sebagai buah dewa yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit keras. Kalau pun buah pome itu tidak habis ketika dibagi, Tuan Otto selalu membagikannya lagi ke warga sekitar. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik bagi pedagang-pedagang buah sehingga banyak pedagang buah yang meminta kepada Tuan Otto untuk kemudian dijual kembali oleh mereka dengan harga selangit. Mereka pun menjadi milyuner dadakan akibat menjual buah pome yang harganya meroket itu. Sedangkan untuk buah khuldik tersebut, Tuan Otto selalu memotongnya menjadi delapan bagian dan kedelapan bagian tersebut dimakannya bersama anggota keluarganya masing-masing dua bagian. Khasiat buah khuldik itu pun tidak ada. Hanya saja, tuan Otto dan keluarganya selalu hidup tenang dan damai. Mungkin memang khasiatnya seperti itu?
Pada hari pertama bulan kedua musim panas, penyair dari Utara Pegunungan Celebrus datang kembali ke Legis Markt dengan rutinitas yang sama seperti pada hari pertama bulan pertama musim panas. Bedanya, pada hari ketigapuluh bulan kedua musim panas, dia datang tidak membawa buah pome dan buah khuldik, akan tetapi membawa kembali satu lembar kertas yang selalu dimintanya dari Tuan Otto. Dan ini tulisannya,


Aku pernah menyaksikan sungai Tellumar dialiri darah kalian, para manusia
Aku juga pernah menyaksikan kota Turambar menjadi kota mati tanpa kehadiran kalian, para manusia
Percayalah, aku hanya seorang penyair dari Utara Pegunungan Celebrus
Aku hanya seorang penyair yang tinggal di kastil usang milik keluargaku di Puncak Probatus
Tapi, aku peduli pada kalian
Karena usiaku digantungkan pada keberadaan kalian di dunia ini.
Apakah ini akan terus terjadi di Ainar?
Kalian membuat sampah menjadi busuk di sungai-sungai kalian
Kalian membuat material berat mengalir hampa di udara yang kita hirup
Kalian membuat fenomena dan doktrin yang menjadikan kalian hidup layaknya barang pecah-belah
Kalian juga mengukir dunia ini dengan pahatan berkarat sehingga menyisakan goresan-goresan berpenyakit berat
Sebenarnya, apa tujuan kalian hidup di dunia ini?
Kalau kalian bisa melihatnya,
Langit Utara di Benua Amparca sudah berkerak hitam
Gunung Selatan di Daratan Helca mulai menguap
Samudera Barat di Delta Úrin mendadak berkohesi dengan minyak
Angin Surga Timur di Pegunungan Alatairë sedang bercampur dengan timbal hitam.
Oh, Ainar!
Dimanakah letak mata para manusia?
Dimanakah letak indera penglihatan mereka?
Aku lelah dan ingin kembali pada-Mu
Rutinitas peringatan ini sepertinya akan selalu kulakukan demi Ainar
Rutinitas yang hanya bisa kulakukan dalam dua musim panas setiap tahunnya.
Dan akulah, penyair dari Utara Pegunungan Celebrus dan Puncak Probatus,
Namaku Leuvatien Celeborn…
L


Hari ketigapuluh satu bulan kedua musim panas, Leuvatien Celeborn selalu mengucapkan pesan pada Tuan Otto, “Úrin sila ned lù o gevadel men.”. Tuan Otto tidak mengerti maksudnya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar