Bentangan panorama hijau itu
seperti memanggil-manggil jiwaku yang belia.
Di tengah rasa sakit yang mendera
dengan takjubnya, aku masih bisa membayangkan betapa nikmatnya dipeluk
lengan-lengan angin dingin dan sejuk puncak gunung berapi;
Bahagianya dimanja
lumbung-lumbung hijau yang berbaur dan berpantul-pantulan dengan cahaya
matahari yang pekat, baik fajar maupun senja;
Damainya dibuai nyanyian-nyanyian
merdu semilir angin berpadu-padan dengan kicauan burung-burung yang mampu terbang
setinggi di atas 1000 meter di atas permukaan laut dan kadang-kadang gesekan
angin dengan rerumputan menjadi sensasi bunyi solmisasi tersendiri;
Aku rasa
aku jatuh cinta pada alam dan ingin rasanya tenggelam bersamanya meski aku
pesakitan dan tak punya raga lagi.
Aku ingin bersamamu, alam.
Tenggelam bersama
keindahanmu, alam.